Sunday 31 January 2016

Kini Batik Tak Hanya di Kain, Antam pun Merilis Emas Bermotif Batik

Baru-baru ini, PT Aneka Tambang (Persero) meluncurkan emas dengan motif batik. Harga emas motif batik ini memang lebih mahal, namun bisa menjadi barang koleksi sekaligus instrumen investasi.
Emas batik ini tersedia dalam ukuran 10 gram dan 20 gram, dengan harga mencapai Rp 5.580.000 untuk 10 gram dan. Harga ini jelas lebih mahal dari emas batangan Antam tanpa motif yang biasanya dipasarkan seharga Rp 5.130.000.
Direktur Operasi Antam Agus Zamzam Jamaluddin bilang, emas ber‎motif batik ini merupakan rangkaian produk emas batangan Antam yang dirancang khusus dan terinspirasi dari keindahan batik Indonesia.
Melalui rancangan khusus ini, Antam berharap bisa menambah kesan unik dan indah dengan nuansa tradisional pada emas batangan. Tak hanya untuk investasi, emas batangan edisi khusus ini diharapkan bisa menarik minat pencinta batik.
Menurut General Manager Logam Mulia Dody Martimbang, harga emas batangan motif batik ini lebih mahal karena rancangan khusus sehingga terdapat keistimewaan. Selain meluncurkan emas motif batik, Antam juga melakukan penjualan perdana emas ukuran 20 gram seharga Rp 10.765.000.
Source: http://smart-money.co/finansial/kini-batik-tak-hanya-di-kain-antam-pun-merilis-emas-bermotif-batik/

Saturday 30 January 2016

Batik Indonesia digemari di Nigeria

Jakarta (ANTARA News) - Batik Indonesia menjadi produk garmen yang menjadi favorit masyarakat Nigeria.

"Masyarakat Nigeria sangat tertarik dengan batik Indonesia karena keragamannya yang sangat besar," ujar Dirjen Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, usai jumpa pers Indonesia Fashion Week 2013 di Jakarta, Selasa.

Euis menjelaskan bahwa Nigeria sendiri memiliki seni kain batik serta tenun, namun keragaman seni batik serta tenun yang dimiliki Indonesia membuat negara di benua Afrika ini menaruh hati.

Hal itu disampaikan Euis setelah Kementerian Perindustrian Republik Indonesia berkunjung ke Nigeria beberapa waktu lalu. "Mereka berniat untuk mengembangkan batik lokal dengan mendalami aneka teknik batik Indonesia," kata Euis.

Menurut Euis, batik yang dimiliki Nigeria belum memiliki identitas dan ciri khas, sementara batik Indonesia sudah menjadi seni budaya sejak jaman Kerajaan Mataram.

"Batik Indonesia selalu memiliki filosofi tersendiri. Mungkin inilah yang membuat mereka tertarik," ujar dia.

Lebih lanjut Euis mengatakan bahwa pihaknya berniat untuk membantu mengembangkan batik Nigeria. Euis juga berjanji tidak akan memberikan rancangan batik Indonesia yang sudah dikonservasi.

Pertemuan dengan pihak pemerintah Nigeria mengenai kerjasama batik ini rencananya akan dilakukan pada perhelatan Indonesia Fashion Week 2013.

"Memang belum ada perjanjian secara khusus, namun kami akan menyiapkan desain batik Indonesia-Nigeria untuk dipresentasikan saat pertemuan nanti," imbuh Euis.

(M048)
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013
sumber : http://www.antaranews.com/berita/356819/batik-indonesia-digemari-di-nigeria

Friday 29 January 2016

Sejarah dan Pengertian Batik

Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: “amba”, yang bermakna “menulis” dan “titik” yang bermakna “titik”. Sejak 2 Oktober 2009, Batik sebagai keseluruhan, baik itu dari teknik, teknologi serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Batik adalah sebuah kerajinan tangan yang mempunyai nilai seni yang sangat tinggi dan merupakan sebuah bagian dari budaya Indonesia sejak dahulu kala. Wanita-wanita Jawa pada jaman dahulu kala menjadikan keterampilan membuat batik sebagai pekerjaan utama untuk menghidupi keluarga, jadi pada jaman dahulu kala membatik adalah pekerjaan yang sangat istimewa bagi para wanita hingga sampai dengan ditemukannya “Batik Cap” yang memberi kesempatan kepada para pria mencoba bidang batik ini.
Tradisi membuat batik pada awalnya merupakan tradisi dari nenek moyang yang kemudian dilanjutkan secara turun temurun, corak dari batik tersebut dapat dikenali berasal dari keluarga tertentu. Beberapa corak batik dapat mewakili kasta seseorang. Bahkan hingga sekarang, beberapa motif batik tadisional hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Seni pewarnaan batik dengan menggunakan malam (lilin khusus untuk membuat batik) adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan ditemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok serta di India dan Jepang. Di Afrika, teknik seperti batik dikenal di Nigeria dan di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit.
Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi dari nenek moyang dalam membuat batik.
Menurut G.P. Rouffaer, pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Corak batik tulis tersebut hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat khusus yang disebut canting, sehingga kemungkinan bahwa canting ditemukan di daerah Jawa. Detil ukiran kain batik tulis yang menampilkan pola yang rumit hanya dapat dibuat dengan canting yang telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.

sumber : https://www.facebook.com/batiktulis.net/?fref=ts

Thursday 28 January 2016

Bagaimana cara membuat Batik Tulis?

Pada dasarnya proses pembuatan batik tulis dilakukan dengan ditulis tangan demi menjaga nilai seni tradisional dan warisan sejarah. Hal ini tentunya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pembuatan batik tulis. Banyak yang tidak percaya bahwa proses pembuatan batik tulis bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan. Kenapa bisa demikian? dibawah ini kami akan jelaskan sedikit tentang proses pembuatan batik tulis :

1. Pengloyoran
Proses awal pembuatan batik tulis disebut dengan pengloyoran. Pengloyoran adalah pencucian bahan kain dengan tujuan untuk mendapatkan daya serap warna yang lebih baik sehingga warna dapat lebih tajam. Selain itu pengloyoran juga bertujuan untuk melembutkan kain serta menjaga kondisi benang dalam keadaan baik.

2. Nyorek / mola
Proses berikutnya dari pembuatan batik tulis adalah Nyorek atau mola. Proses ini adalah menggambar motif dasar dan pola batik tulis diatas kain dengan menggunakan pensil ataupun arang kayu sebagai dasar untuk membuat pola batik tulis. Terkadang Nyorek bisa langsung menggunakan canting diatas kain sesuai dengan pola batik tulis yang diinginkan. Proses ini bisa memakan waktu berjam-jam hingga beberapa hari tergantung tingkat kerumitan pola batik tulis.
3. Nyanthing
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyanthing. Proses ini menggunakan lilin panas dengan menggunakan canting untuk membuat outline (nglowong) dan diakhiri dengan pembuatan detil motif batik tulis (isen-isen). Dalam proses ini dikenal tahapan dalam istilah jawa Ngengrengi-Nyeceki-Nembok. Karena proses ini dikerjakan secara manual dengan tangan dan biasanya setiap proses demi proses nyanthing dilakukan oleh orang yang berbeda-beda, maka proses ini akan memakan waktu yang lama, rata-rata memakan waktu satu minggu. Jika desain batik tulis rumit, bisa memakan waktu 1-3 bulan.
4. Medel
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Medel. Proses pembuatan batik tulis ini adalah mencelupkan kain batik tulis yang sudah dipola dengan lilin (malam) ke dalam cairan pewarna pertama. Proses pembuatan batik tulis pada tahap pencelupan akan dilakukan beberapa kali hingga mendapatkan warna yang diinginkan.
5. Ngerok /Mbirah
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah proses ngerok atau Mbirah. Proses ini bertujuan untuk melepaskan lilin (malam) dari kain batik tulis dengan menggunakan alat bantu yang terbuat dari logam, kemudian kain batik tulis dibilas dengan air dan dijemur.
6. Mbironi
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Mbironi. Pada proses ini bertujuan untuk menutupi detil-detil corak batik tulis dengan lilin panas menggunakan canting. Proses ini juga bertujuan untuk melengkapi motif-motif batik tulis yang belum diwarnai atau disebut dengan proses Ngrining.
7. Nyoga
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyoga. Proses ini pada dasarnya sama seperti proses medel pada tahap sebelumnya, namun pada proses ini dilakukan untuk menambahkan warna-warna lain pada kain batik tulis yang sudah diberi warna sebelumnya.
8. Nglorot
Apabila semua motif telah diwarnai, maka pembuatan batik tulis berikutnya adalah Nglorot. Pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan lilin dari kain dengan cara merebus kain didalam air mendidih. Setelah itu kain batik tulis akan dibilas dengan air bersih untuk membersihkan keseluruhan kain batik tulis.
9. Penjemuran.
Proses terakhir dari pembuatan batik tulis adalah penjemuran kain batik tulis. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan kain batik tulis yang sudah selesai dibuat sehingga dapat dipakai.

Wednesday 27 January 2016

Bedanya Membatik bagi Anak dan Dewasa

KOMPAS.com - Aktivitas membatik punya banyak manfaat, bagi anak-anak juga orang dewasa. Namun, membatik memberi dampak yang tak sama pada anak dan dewasa. Kemampuan anak dan dewasa dalam membatik pun berbeda.

Indra Tjahjani, pendiri komunitas Mbatikyuuuk mengatakan anak-anak mengerjakan membatik lebih cepat dari orang dewasa. Anak-anak tak kenal takut, mereka percaya diri membatik, tak takut salah. Sementara orang dewasa cenderung hati-hati saat membatik, khawatir salah, sehingga membatik pun memakan waktu lebih lama.

"Anak-anak bisa selesai membatik dalam satu jam, sementara orang dewasa bisa 1-2 jam," jelas perempuan yang berprofesi sebagai dosen ini.

Membatik tidak mudah, namun bisa dilakukan siapa saja. Anak usia lima pun bisa diajarkan membatik, namun perlu pendampingan orangtua. "Alat membatik panas, jadi anak usia lima perlu didampingi agar lebih terlindungi," jelasnya di sela kegiatan membatik bersama anak penderita kanker di Yayasan Anyo Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut pecinta budaya yang berhasil mengajak 2.500 orang membatik sejak 1998 ini, membatik memberikan manfaat berbeda pada anak dan dewasa.

Untuk anak, membatik lebih kepada pengenalan warisan budaya sejak dini. "Supaya anak kenal batik," jelas dosen yang prihatin dengan para mahasiswa karena lebih mengenal budaya asing ketimbang budaya nusantara. 

Ia bercerita, ketika mahasiswanya diminta presentasi tentang budaya, kebanyakan mengangkat budaya asing termasuk budaya Korea yang sedang tren. Menurutnya, pengenalan budaya nusantara termasuk membatik perlu dilakukan dari sekolah formal dan keluarga.

Indra mengatakan, ia bukan ahli batik namun tertarik membatik sejak belia dan bisa membatik sejak SMP. "Saya masih berproses membatik tapi bisa mengajak orang membatik. Keluarga saya tidak ada pembatik, tapi kita belajar semua kesenian sejak kecil," kisahnya.

Anda dan keluarga juga bisa belajar membatik. Untuk anak, selain pengenalan budaya, membatik juga bisa membantu melatih konsentrasi anak. "Membatik bukan untuk kreativitas tapi lebih kepada mengenalkan warisan budaya dan latihan konsentrasi. Sulit untuk melihat potensi anak dari membatik," jelas Indra.

Sementara bagi dewasa, membatik lebih kepada berlatih meditasi, mengendalikan diri untuk selalu tenang. "Jika ingin mendapatkan manfaatnya, membatik perlu dilakukan sesering mungkin. Dalam kondisi normal, membatik pada orang dewasa bisa menjadi sarana meditasi. Tapi kalau hati sedang tidak happy, gundah, ini berpengaruh pada hasil akhir membatik," ungkap perempuan yang mengelola komunitas bersama seluruh anggota keluarganya ini.

Untuk mendapatkan manfaat dari membatik, kegiatan ini sebaiknya dilakukan berkala. Bagi pemula, kemampuan membatik bisa terus dilatih secara rutin hingga benar-benar bisa menguasainya. Jika dilakukan dengan hati yang senang dan menjadi hobi baru, Anda bisa lancar membatik setelah 6-10 kali mencobanya. 

Indra mengakui, dari pengalamannya membatik sebulan sekali bersama komunitas di Museum Bank Mandiri Jakarta, tak banyak potensi pembatik muncul dari kegiatan ini. 

"Kebanyakan melakukan membatik karena hobi. Ada yang 10 kali membatik sudah muncul potensi seninya. Tapi dari 2.500 orang yang pernah membatik bersama, kira-kira hanya 10 orang yang berpotensi, itu pun karena hobi bukan karena ingin menjadi pembatik secara serius," tutur Indra menyebutkan peserta kegiatan membatik bulanan kebanyakan diikuti ibu dan anak remaja.

Mereka yang berpotensi dari kegiatan hobi membatik ini, tolak ukurnya di antaranya sudah bisa membuat produk batik sendiri. Merancang motif batik sendiri, membatiknya hingga menjadi produk batik siap pakai. Contoh paling sederhana, mampu membuat selendang batik buatan sendiri.

sumber : http://female.kompas.com/read/2012/10/02/09001399/Bedanya.Membatik.bagi.Anak.dan.Dewasa

Tuesday 26 January 2016

Dilema Batik: Orang Indonesia Cinta Tapi Hobi Beli Tiruan

Jakarta - Berbicara soal kecintaan masyarakat Indonesia akan batik, walaupun terkesan besar hingga diperjuangkan mati-matian saat ada negara lain mengklaim miliknya, namun usaha yang ditunjukkan justru bertolak belakang. Jika ditelusuri, masih banyak masyarakat yang mengenakan batik imitasi.

Beberapa perusahaan hingga instansi memberlakukan hari memakai batik dalam kurun waktu lima hari kerja. Banyak pula yang tetap mengenakannya untuk acara formal. Namun dikarenakan ingin memiliki banyak pilihan untuk dikenakan sehari-hari, banyak yang memilih untuk membeli batik tiruan yang mudah didapatkan di pusat grosir dengan harga kurang dari Rp 30 ribu.

Batik-batik yang dijual di pusat grosir dengan harga sangat murah ini, sudah cukup menjelaskan bahwa batik tersebut bukan yang dikerjakan dengan benar oleh para pembatik yang butuh waktu lama. Faktanya, proses pembuatan batik yang dikerjakan oleh pengrajin sebenarnya, memerlukan ketelitian tinggi, apalagi jika menyangkut batik tulis.

Batik cap sendiri pun diproses dengan waktu yang cukup lama. Stempel batik tradisional bentuknya kecil dan ditempelkan ke kain secara perlahan blok per blok. Bisa dibayangkan betapa sulitnya membuat motif yang akurat tanpa cela.

Batik tulis hingga cap yang asli membutuhkan konsentrasi pengrajin tingkat tinggi. Lain halnya batik hasil print yang motifnya bisa diperbanyak dan diproses menggunakan mesin. Tenaga pengrajin pun tak digunakan lagi, hanya sebatas pekerja pabrik yang mengulang ritme proses kerja yang telah ditentukan. Inilah yang banyak diperjualbelikan dan dikonsumsi masyarakat.

Menurut desainer Taruna Kusmayadi, Ketua Umum Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) yang ditemui Wolipop Jumat (23/11/2012) di Kemang, Jakarta Selatan, hal ini membuat industri mode lokal khususnya batik menjadi rancu. Ada kekeliruan yang mau tidak mau menjadi sah-sah saja atas pertimbangan tertentu. "Kita dijejali hal yang imitasi tapi gimana ya? Gapapa juga? mereka perlu hidup," ujarnya.

Menyikapinya, Taruna menghimbau masyarakat agar tahu mana batik yang otentik dan tiruan. Ia melihat pendidikan akan Batik Indonesia sendiri
tidak banyak orang yang tahu. Kebanyakan hanya tahu itu motif batik. Soal asal-usul, cerita di baliknya, batik yang ditulis, dicap atau hasil
cetakan mesin, masih terbilang kurang.

Banyaknya masyarakat Indonesia yang masih senang membeli batik tiruan, selain harga yang terjangkau, juga karena faktor senang membeli imitasi dengan harga murah.

"Meskipun secara ekonomi berada dan mampu beli yang asli, orang kaya masih banyak yang pakai tas tiruan dan enggak peduli kalau hal itu jatuhin diri sendiri," kritiknya.

"Sosialisasi tentang batik masih kurang. Harus ada yang mencontohkan misalnya batik tulis yang bagus itu depan belakang tetap rapih motifnya. Batik yang benar itu, meskipun motif sama warna pasti beda, bahkan motif pun tidak bisa sama karena pengerjaan tangan manusia beda dengan dicetak mesin," pungkas desainer yang akrab disapa Nuna ini.
(fer/hst)


sumber : http://wolipop.detik.com/read/2012/11/27/074458/2102151/233/dilema-batik-orang-indonesia-cinta-tapi-hobi-beli-tiruan

Monday 25 January 2016

Batik Sudagaran dan Batik Petani

Oleh: Sardi, Drs., M.Pd. (Editing 23 September 2014)
1.     Batik Sudagaran:
Ketika pengguna batik meluas ke luar tembok kraton, timbulah yang disebut “batik sudagaran” dan “batik petani”. Kedua jenis batik ini bertolak dari batik kraton, tetapi kemudian berkembang secara terpisah dalam pengaruh lingkungan masing-masing. “Batik Sudagaran”  adalah wastra (sandangan atau jarit) batik yang dihasilkan oleh kalangan saudagar batik, polanya bersumber pada pola-pola batik kraton, baik pola larangan maupun pola batik kraton lainnya, yang ragam hias utama serta isenpolanya digubah sedemikian rupa sesuai dengan selera kaum saudagar. Sedang batik petani merupakan hasil karya perajin yang tinggal dipedesaan.
 Adanya pola larangan mendorong para seniman batik di lingkungan kaum saudagar menciptakan pola-pola baru sesuai dengan selera masyarakat saudagar atau mengubah pola larangan sedemikian rupa sehingga pola-pola tersebut dapat dipakai oleh masyarakat umum. Mereka mengubah pola batik kraton-batik kraton dengan isen-isen yang rumit dan mengisi latar dengan cecek atau bentuk isen lain hingga tercipta batik saudagaran yang indah. Dikawasan kraton Surakarta, misalnya, pola-pola parang ditambah dengan ragam buket, buntal, atau ragam hias lain (gb. 45, dan gb. 46).
Gambar 45 : Pola Parang Kesit Lung-lungan | Kelompok Pola : Parang | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran | Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:130).
Gambar 46 : Pola Parang Kesit Buntal | Kelompok Pola : Parang | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran | Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:130).
Pengubahan dapat pula dengan menghilangkan mlinjon dan menggantikannya dengan bunga-bunga kecil atau ragam hias lain. Pengubahan pola parang di kawasan kraton Yogyakarta dilakukan dengan penambahan pola lain, misalnya pola nitik, yang ditata sejajar dengan parang-nya. Pola parang yang ‘disisipi” pola nitik tersebut melahirkan Parang Seling Nitik (gb. 47) dan Winarnan (gb. 48).
Gambar 47 : Pola Parang Gendreh Seling Nitik | Kelompok Pola : Parang | Daerah : Yogyakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran | Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:130).
Gambar 48 : Pola Winarnan | Kelompok Pola : Lerang | Daerah : Yogyakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran | Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:130).
Pada awalnya batik sudagaran hanya mengubah batik pengaruh kraton dengan mengubah isen, ragam hias, ataupun menambah dan/atau mengurangi/menghilangkan bagian-bagian tertentu pola larangan. Pada tahap perkembangannya, lebih kurang akhir abad ke-19, terlihat pengaruh batik pesisiran yang mewarnai wajah batik sudagaran pada periode tersebut. Ciri-ciri “batik Belanda” dan “batik China” pun mulai tampak. Para saudagar memadukan pola buketan, buntal, atau keong (paisley) dan warna-warna cerah yang serasi dalam batik Belanda dengan pola-pola larangan sehingga tercipta pola baru. Batik-batik sudagaran juga muncul dengan warnabereman (biru muda) pada isen-nya (gb. 49) dan soga cokelat muda. Pengaruh batik China yang terkenal halus dengan “warna-warna berani” pada batik sudagaran dapat dilihat pada batik “tiga negeri” (gb. 50, gb. 51, dan gb. 52), yaitu batik yang dibuat di tiga daerah dan memiliki kekhasan warna-warna tertentu.
Gambar 49 : Pola Bunga | Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran Pengaruh Belanda | Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:133).
Gambar 50 : Pola Buketan Isen Latar Kawung dan Parang | Kelompok Pola : Ceplok dan Parang | Daerah : Lasem, Kudus, Yogyakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran Pengaruh Batik China, Kain tiga negeri, pagi-sore Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:134).
Gambar 51 : Pola Lereng Buket | Kelompok Pola : Lereng | Daerah : Lasem, Kudus, Banyumas | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran Pengaruh Batik China, Kain tiga negeri, pagi-sore Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:134).
Gambar 52 : Pola Lung-lungan Latar Ukel | Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Lasem, Kudus, Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran Pengaruh Batik China, Kain tiga negeri, ikat kepala Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:135).
Warma merah khas buket-nya, yakni merah mengkudu dibuat di daerah Lasem, warna biru muda dibuat di Kudus atau Pekalongan, sedang warna soga untuk isen latar dikerjakan di Surakarta, Yogyakarta, atau Banyumas. Isen latar batik tiga negeri biasanya terdiri atas pola parang dan pola-pola kelompok geometri, antara lain kawungceplok, atau ragam hias ukel. Sarung tiga negeri (gb. 53) sangat digemari oleh masyarakat Belanda dan China di Jawa, bahkan masyarakat Melayu di Sumatera dan Malaya pun menyukainya.
Gambar 53 : Pola Lung-lungan Latar Ukel | Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Lasem, Kudus, Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Sudagaran Pengaruh Batik China, Sarung tiga negeri kepala tumpal Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:135).
Ketersediaan tenaga kerja dalam jumlah banyak mendorong para saudagar membuat batik secara padat karya. Penataan pola dalam bentuk “pagi-sore” dengan isen latar yang sangat halus seperti pada batik Djawa Hokokai juga muncul pada batik sudagaran. Ragam hias menyusun pola baru diisi dengan berbagai jenis isen batik yang rumit dan penuh dengan cecek seperti yang terlihal pada “batik Stoppres” atau Klowong Cecek (gb. 54, dang b. 55). Pola-pola yang terkenal pada saat itu adalah Alas-alasan antara lain Alas-alasan Kupu (gb. 56), dan Sato Wana (gb 57), Buron Samodra (gb. 58) dan Urang Watang (gb. 59).
Gambar 54 : Pola Lung-lungan Merak | Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Sudagaran pengaruh stoppres (klowong cecek) Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:136).
Gambar 55 : Pola Kakrasana Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Batik Sudagaran, batik stoppres. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:136).
Gambar 56 : Pola Alas-alasan Kupu Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Sudagaran. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:137)
Gambar 57 : Pola Alas-alasan Buron Wana Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Sudagaran. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:137)
Gambar 58 : Pola Alas-alasan Buron Samodra Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Sudagaran. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:138-139)
Gambar 59 : Pola Urang Watang Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Sudagaran. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:139)
Suasana tenteram dan damai sesudah perang Dunia II sekitar tahun 1950-an memberi kesempatan kepada para saudagar untuk menciptakan pola batik dengan isen pola dan isen latar yang berbeda dengan sebelumnya. Isen berupa cecek diatur berderet sangat dekat sedemikian rupa dan ditata pada latar pola atau bahkan pada polanya. Isen cecek semacam ini disebut cecek tetel atau cecek dhempel, yang di Pekalongan disebut cecek banyu mili (seperti air mengalir). Pola batik dengan isen cecek tetel dikenal dengan nama Batik Tribusana (gb. 60), suatu nama yang diambil dari nama perusahaan yang pertama kali membuatnya. Batik-batik dengan klowong cecek juga masih dibuat pada masa kini, tetapi penampilannya agak berbeda, yakni dengan pola dibiarkan kosong tanpa isen denganklowong cecek di atas latar biru wedelan. Batik jenis ini disebut batik gedhong kosong (gb. 61). 
Gambar 60 : Pola Sawat Rinengga Kelompok Pola : Lung-lungan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Batik Sudagaran ; Tribusana. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:140)
Gambar 61 : Pola Parang Sekar Pisang seling lereng stoppres Kelompok Pola : Parang | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Batik Sudagaran gedhong kosong. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:140)
Perkembangan zaman yang menuntut efisiensi dan didukung oleh perkembangan tehnologi melahirkan zat warna kimia, biasa disebut zat warna sintetis. Penggunaan pewarna kimia pun cepat merambah ke masyarakat saudagar batik. Jenis warna yang semula sulit atau tidak mungkin dibuat dengan zat warna alami dapat diperoleh dengan mudah berkat adanya zat warna sintetis. Dampak dari hal ini adalah warna biru wedelan (biru indigo) dapat diganti dengan hijau tua atau ungu tua dan merah maroon, sedang isen latarnya tampil dengan cecek tetel (gb. 62). Jenis batik ini disebut batik gendala giri (gb. 63).
Gambar 62 : Pola Lereng dan Buketan Kelompok Pola : Lereng dan Buketan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Batik Sudagaran kain pagi - sore. Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:141)
Gambar 63 : Pola Buketan isen latar Parang dan Kawung Kelompok Pola : Buketan | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Batik Sudagaran genhala giri Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:141)

2.     Batik Petani atau Batik Pedesaan:
“Batik Petani” atau “batik pedesan” adalah batik yang digunakan oleh kaum petani setelah pemakaian batik sebagai busana menembus tembok kraton dan merambah masyarakat pedesan. Warna batik petani dari pedalaman terdiri atas biru, soga, dan putih; sedangkan warna batik petani dari daerah pesisir sangat beraneka ragam seperti batik-batik pesisiran yang lain. Tumbuhnya batik petani dapat dikatakan bersamaan dengan kehadiran batik sudagaran, yakni saat batik mulai diminati masyarakat di luar tembok kraton. Mereka menampilkan pola-pola batik kraton dengan lebih sederhana dan dipadukan dengan ragam hias yang diambil dari alam pedesaan. Pola yang berasal dari batik kraton biasanya ditata sebagai pola dasar, kemudian ragam hias tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, atau burung-burung diletakkan tersebar pada tempat tertentu. Masing-masing tempat menampilkan pengaruh lingkungan, karena lingkungan sangat mewarnai perwujudan batik petani. Batik yang berkembang di daerah Surakarta dan Yogyakarta menunjukkan pengaruh pola batik kraton disamping ragam hias seperti tumbuh-tumbuhan, satwa, dan bunga-bunga yang mencerminkan nuansa pedesaan di pedalaman.
Menurut H. Santoso Doellah (2002, 127), pembuatan batik petani di daerah Surakarta sangat luas, antara lain di Bayat-Klaten, Pilang-Sragen, Matesih-Karang Anyar, dan Bekonang-Sukoharjo. Batik petani di Bayat selalu menampilkan pola dengan isen ukelsebagai latarnya. Adapun pola pokoknya berupa buketan, buntal, atau pola-pola yang memperlihatkan adanya pengaruh kraton, seperti Sidomukti (gb. 64) dan pola ceplok, serta pola batik pengaruh kraton lain, seperti Semen Rante (gb. 65), serta semen lainnya. 
Gambar 64 : Pola Sidamukti Kelompok Pola : Ceplok | Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:144)
Gambar 65 : Pola Semen Rante Kelompok Pola : Semen Daerah : Surakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:144)
Di Yogyakarta juga terdapat batik petani, terutama di Desa Sanden dan Wijirejo di Kabupaten Bantul. Batik petani di daerah ini terkenal dengan nama “batik rinen”, istilah ‘rinen” berasal dari kata Rini. Pola batik kraton seperti Udan Liris dan Parang, isen latar limaran (gb. 66) Blarak Sairid, dan bahkan pola Sekar Jagad yang dipadu dengan ragam hias buketan atau lung-lungan (gb. 67) merupakan pola serta ragam hias yang sering dijumpai pada batik petani dari desa-desa ini. Batik dari daerah Kapupaten Bantul disebut juga Batik Kidulan karena letak geografis Kabupaten Bantul berada di sebelah selatan (Jawa: kidul) Kraton Yogyakarta. Sementara itu batik petani di Banyumas hadir dengan pola yang sangat terbatas, antara lain Lumbon atau Jahe Srimpang yang dibuat tanpa ragam hias sawat, Srikaton (gb. 68) dan parang Gendreh Glebag dengan Lung-lungan (gb. 69 dan 70).
Gambar 66 : Pola Lung-lungan isen latar limar Kelompok Pola : Lung-lungan Daerah : Yogyakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani, sarung Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:145)
Gambar 67 : Pola Sekar Jagad Kelompok Pola : Ceplok Daerah : Yogyakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:145)
Gambar 68 : Pola Sidamukti Yogyakarta Kelompok Pola : Semen Daerah : Yogyakarta | Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:146)
Gambar 69 : Pola Srikaton Kelompok Pola : Lung-lungan Daerah : Banyumas Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:146)
Gambar 70 : Pola Parang Gendreh Glebag Kelompok Pola : Parang Daerah : Banyumas Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:147)
 Menjelang abad ke-5, para pedagang China diperkirakan masuk ke Singasari dan majapahit dengan terlebih dahulu berlabuh di Tuban. Karena itulah pengaruh China tampak nyata pada batik petani di Tuban; dari ragam hias burung phoenix, bunga celuki yang di daerah Tuban disebut kembang waluh, sampai bentuk tumbuhan dan satwa yang disusun seperti dalam gaya seni lukis China. Ada dua macam batik Tuban, yakni batik di atas kain tenun putih gedhog dan batik di atas kain tenun gedhog bergaris tegak atau pun mendatar. Pola-pola batik jenis pertama antara lain Tluki (gb. 71), Guntingan (gb. 72), dan Ceplok (gb. 73), sedangkan pola batik jenis kedua misalnya Kijing Miring dan Krompol Tutul Sanga. Sebagian besar batik Tuban pada masa lalu berbentuk jarit dan selendang (gb. 74).
Gambar 71 : Pola Tluki (Celuki) Kelompok Pola : Lung-lungan Daerah : Tuban Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:148)
Gambar 72 : Pola Guntingan Kelompok Pola : Lung-lungan Daerah : Tuban Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani; selendang Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:148)
Gambar 73 : Pola Ceplokan Kelompok Pola : Ceplokan Daerah : Tuban Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:148)
Gambar 74 : Pola Ceplokan Kelompok Pola : Ceplokan Daerah : Tuban Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani, selendang Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:149)
Sebaran batik petani lainya adalah di daerah Tulungagung dan sekitarnya, meliputi Trenggalek, Ponorogo, dan Pacitan di jawa Timur merupakan kawasan penghasil batik petani yang terkenal, dengan pola batik mengacu pada batik Surakarta. Pola parang dan buketan dan burung-burung yang mereka hasilkan seperti pada batik petanin di Bayat, hanya saja warna soga-nya berbeda (gb. 75). Soga pada batik Tulungagung lebih gelap dan batiknya pun tidak begitu halus. Batik Tulungagung juga sering menggunakan polakawunggebyar, dan limaran; atau ragam hias isen seperti galaran, sirapan, dari bentuk genting sirap, dan gringsing.
Gambar 75 : Pola Lung-lungan Merak Kelompok Pola : Lung-lungan Daerah : Tulungagung Zat Warna : Sintetis | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:149)
Indramayu merupakan daerah batik Dermayon yang sebagian besar penduduknya China dan oleh karenanya menghadirkan pengaruh budaya China pada batik Lasem. Batik Dermayon diperkirakan berasal dari Lasem, Pengaruh Lasem juga muncul pada batik petani Indramayu. Latar batik Indramayu pun diisi dengan cocohan ‘titik-titik berwarna’ seperti halnya batik Lasem. Pola-pola batik petani Indramayu antara lain Ganggeng Iwak Entong dan Urang Ayu (gb. 76).
Gambar 75 : Pola Ganggeng Urang Ayu Kelompok Pola : Lung-lungan Daerah : Indramayu Zat Warna : Nabati | Jenis batik : Batik Petani Koleksi/Sumber : (Doellah, 2002:150)

Daftar Pustaka
Doellah, H. Santosa. (2002). Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Solo: Penerbit Danar Hadi.

sumber : http://www.s-ardi-indigo-batik.com/index.php/artikel/artikel-batik/50-batik-sudagaran-dan-batik-petani